[Final: Chapter 10] Another Cinderella Story

Another Cinderella Story

“This is not Disney’s Cinderella anymore.

by Shinyoung

Main Cast: Bae Suzy & Lee Junho || Support Cast: Ok Taecyeon, Lee Jieun || Genre: School Life, Drama & Romance || Length: Chapter 10/? || Rating: T || Credit Poster: Jungleelovely at Poster Channel || Disclaimer: Casts belong to God. No copy-paste. Copyright © 2015 by Shinyoung.

This fan-fiction originally written by me. Also published on here (RFF)

Chapter 10 — Be My Cinderella

Prologue | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9

*

“Hanya Ok Taecyeon yang tidak ada.”

“Apa maksudmu?”

Jieun menghela nafas panjang. “Sebelumnya dia ada di kelas. Namun, sejak istirahat pertama, dia mengambil tasnya dan tidak ada yang peduli padanya sehingga dia bisa pergi seenaknya.”

Junho membulatkan matanya, dia langsung menarik ponselnya ke luar dari dalam saku celana seragamnya. Ponsel bermerek tersebut langsung dihidupkannya, ia menghentakkan kakinya tidak sabar hingga ponsel tersebut hidup dan notifikasi berderet masuk.

Wooyoung menyenggol Jieun dan bertanya pada gadis itu tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Namun, Jieun menjawabnya dengan bahu terangkat sambil mengerutkan keningnya. Wooyoung memutar bola matanya pasrah.

“Ada apa?” tanya Jieun akhirnya.

Junho mendecak kesal. “Sialan! Ini ulah Taecyeon. Kenapa dia melakukan ini, sih?”

Jieun mengerutkan keningnya. “Apa maksudmu? Taecyeon? Ada apa dengannya, sih?”

Wooyoung mendorong kening Jieun ke belakang. “Kau ini bodoh atau bagaimana? Jelas maksudnya bahwa jika Taecyeon tidak ada, maka dia lah dalang dibalik penculikan Bae Suzy! Jelas-jelas Junho sudah mengatakannya padamu, masih tidak mengerti.”

Jieun membulatkan matanya. “Tunggu?! Untuk apa Taecyeon menculik Suzy—”

Wooyoung mendecak, lalu beralih pada Junho. “Tunggu apa lagi, Lee Junho? Ayo segera kita cari dimana mereka, kalau perlu, kita telepon polisi!”

Junho terdiam, tak menjawab pertanyaan Wooyoung. Untuk kesekian kalinya, dia kembali berpikir kemungkinan yang akan terjadi pada Suzy jika dia melakukan tindakan yang salah—pelecehan seksual, tindakan kekerasan, atau mungkin pembunuhan. Dia langsung menggeleng-gelengkan kepalanya, menolak spekulasi mengenai Taecyeon yang mungkin melakukan hal tersebut.

“Tidak mungkin Taecyeon akan melakukan hal itu, dia tidak seberani itu,” gumam Junho pelan, sepelan mungkin agar Wooyoung dan Jieun tidak mendengar gumamannya. Ia menoleh pada kedua temannya. “Kita tunggu saja, apa yang akan dilakukan oleh Taecyeon. Ada kemungkinan jika kita tidak mencari Suzy, dia akan kelelahan dan melakukan sebuah ancaman. Setelah Taecyeon mengeluarkan ancamannya, kita baru ke sana. Selagi menunggu, aku akan mencarinya sendirian. Jangan ada satu pun dari kalian yang ikut membantu!”

“Ta-tapi, kau tidak bisa melakukannya sendirian, Junho!” pekik Jieun kesal.

Wooyoung yang berdiri di samping Jieun pun ikut mengangguk menyetujui perkataan gadis itu. Namun, tampaknya, Junho tidak mempedulikan peringatan Jieun maupun Wooyoung yang sebenarnya hanya ikut mengangguk. Lelaki itu langsung melenggang pergi meninggalkan ruangannya dengan tas punggung miliknya.

Dalam sekejap, lelaki itu sudah menghilang dari sekolah.

Sementara itu, Wooyoung dan Jieun yang ditinggal berdua hanya bisa menghela nafas panjang dan menatap satu sama lain. Wooyoung menaikkan alisnya bingung ketika Jieun tersenyum tipis.

“Kita harus mengikuti Junho!”

“Kenapa? Bukankah dia sudah melarang kita untuk mengikutinya?”

Jieun mendecak kesal lalu mendorong kening lelaki itu. “Kau ini bodoh? Kau mau Lee Junho terluka hanya karena kita yang tidak bertindak cepat? Kau mau dia mengalami sesuatu yang buruk? Mau tidak mau kita harus mengikutinya dan meminta bantuan murid lain untuk menunggu keputusan Taecyeon disini. Kata Junho, kalau lelaki itu tidak menelpon ke ponselnya, maka dia akan menelpon ke sekolah.”

Wooyoung berdecak kagum sambil bertepuk tangan tak percaya ke arah Jieun. Ia menepuk kepala gadis itu sambil tersenyum bangga. “Wah, tumben sekali otakmu encer seperti ini. Jika saja kau menggunakannya saat kau tengah menjawab pertanyaan Matematika. Aku pasti akan menjadikanmu idolaku sejak lama.”

Mendengar itu, Jieun langsung mengayunkan kakinya membuat pukulan pada tulang kering Wooyoung sehingga membuat lelaki itu meringis kesakitan. “Kau keterlalu—aw! Keterlaluan kau!”

“Pak Kepala!” teriak Jieun sembari memasuki ruangan sang kepala yayasan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu sehingga membuat ayah dari Taecyeon itu terkejut bukan main. Untungnya, sedang tidak ada tamu, jika ada mungkin Wooyoung sudah berteriak kepada gadis itu dan memarahinya karena tidak sopan.

“Astaga. Ada apa denganmu, Lee Jieun?” tanya Ok Taeho.

“Apakah Pak Kepala sudah tahu bahwa Suzy diculik?”

Ok Taeho mendadak terdiam. Ia menarik nafas dalam-dalam. “Siapa yang menculik Suzy? Bagaimana bisa gadis itu diculik? Aku harus menyembunyikan hal ini dari Bae Seungjoon. Kalau tidak dia bisa panik dan ini akan diumbar di media massa. Aku tidak boleh membiarkan SMA Seungri masuk di media massa.”

Jieun memutar bola matanya. “Bukan itu masalahnya sekarang, Pak Kepala! Tapi, masalahnya adalah yang menculik Bae Suzy adalah Ok Taecyeon! Kau percaya atau tidak tapi dia adalah satu-satunya murid yang tidak ada di sekolah selain Suzy dan ponselnya mati ketika kami mencoba menghubunginya.”

Ok Taeho membulatkan matanya. “Tidak mungkin! Sialan! Anak itu selalu mencari masalah padahal sudah aku katakan padanya untuk menunggu sebentar!”

Wooyoung mengerutkan keningnya bingung. “Menunggu? Apa maksudmu?”

“Dia mengatakan bahwa dia menyukai Suzy dan Suzy justru menyukai Junho. Dia mau memintaku untuk menjodohkannya dengan ayah Suzy. Tapi, rupanya dia tidak sabar. Lagipula, aku juga sebenarnya ingin menolak permintaannya karena aku sudah tahu bahwa Junho dan Suzy saling menyukai.”

“Tunggu—bagaimana bisa kau mengetahui hal seperti itu?” tanya Jieun.

“Tentu saja aku tahu,” jawab Ok Taeho sambil tersenyum licik. “Aku bahkan tahu hubungan kalian berdua. Kalian bukan sekedar teman—”

“Pak Kepala!” potong Jieun kesal sambil menyembunyikan pipinya yang mulai merona, ia bahkan berusaha untuk bersembunyi dari Wooyoung yang di dekatnya hanya diam. “Sebaiknya kau membantu kami menemukan cara untuk menyelamatkan Suzy! Bukan membicarakan murid SMA Seungri.”

“Baiklah, baiklah,” gumam Ok Taeho sambil tersenyum tipis. “Mau tidak mau kita harus meminta bantuan dari polisi. Kalau tidak bisa, aku bisa meminta bantuan bodyguard ku untuk menyelesaikan Taecyeon.”

“Sebaiknya pilihan kedua saja, Pak Kepala. Bukankah kau bilang bahwa kau tidak mau melibatkan media massa? Jangan libatkan polisi kalau begitu,” ucap Wooyoung tegas.

Ok Taeho memetikkan jarinya lalu menganggukkan kepalanya mantap. “Kau benar dan kau pintar, Jang Wooyoung. Ayo, sekarang kalian berdua ikut aku. Kita harus temui bodyguard-ku dahulu. Dimana Lee Junho?”

Keduanya, baik Wooyoung maupun Jieun, langsung membungkam mulut mereka rapat-rapat. Mereka saling menatap satu sama lain. “U-um, soal itu… Junho tadi sudah gegabah dan dia akan mencari sendiri letak Suzy diculik oleh Taecyeon.”

“Ah, laki-laki itu…”

“Halo.”

Wah, kau cepat sekali, Lee Junho. Aku bahkan tidak menyangka bahwa aksiku akan secepat itu tertangkap basah olehmu.

Junho menggertakkan giginya dan mengepalkan tangannya. Ia menatap gedung perusahaan LINE yang ada di hadapannya. Tentu saja dia masih berada di daerah Gangnam, menunggu kepastian dari Taecyeon yang tidak mungkin akan diam saja. Tentu saja, dia pasti akan mengancam.

Benar saja, tak lama kemudian Taecyeon menelponnya.

“Cih, diam kau, Ok Taecyeon. Kau sembunyikan Bae Suzy dimana?”

Uh? Aku?” Taecyeon terbahak di ujung telepon dan mendengus kesal. “Mana mungkin aku akan memberitahu mu! Bodoh sekali kau ini. Mana ada seorang penculik akan memberi tahu lokasinya. Sekarang aku hanya ingin memberitahumu, bahwa aku tengah bersenang-senang besama Bae Suzy.

Junho semakin keras mengepalkan tangannya. “Lepaskan dia.”

Taecyeon kembali mendengus pelan. “Apa? Kau pikir kau bisa seenaknya memintaku untuk melepaskan kekasihmu ini. Oh, ya, sebentar lagi dia akan menjadi kekasihku. Jadi, kau tidak punya hak apapun untuk memerintahku dan aku punya hak untuk ‘menyentuhnya’.

Junho mendengus. “Boleh juga ancamanmu. Kau menggunakan apa untuk menculik Suzy?”

Cheongdam-dong! U—m

Junho terdiam dan langsung menutup ponselnya. Cepat-cepat ia menghubungi Wooyoung dan ketika ponselnya tersambung dengan Wooyoung, ia segera berteriak. “Cepat cari Taecyeon! Dia ada di Cheongdam-dong. Aku tidak tahu dimana letaknya! Yang pasti sepertinya Suzy tadi meneriakkan lokasinya.”

Wooyoung terkekeh. “Kau ini, telat sekali. Ya, kami sudah tahu lokasinya dimana. Yang pasti karena mobil Taecyeon terhubung dengan GPS milik ayahnya. Ayahnya selalu mengawasi kemana pun anaknya bepergian. Dasar si bodoh Ok Taecyeon.”

Junho tersenyum tipis. “Kalau begitu kirimkan aku lokasinya, aku akan bergerak ke sana!”

“Bodoh!”

“Kenapa? Kau lah yang bodoh!”

Taecyeon mendecak kesal kemudian membuang ludah ke sembarang arah. Dia menoleh ke arah Suzy dan menarik rambut gadis itu. “Dengar, ya, Bae Suzy. Jika kau sekali lagi melakukan hal itu, aku tidak akan segan-segan melepas seragammu sekarang juga. Kecamkan itu!”

Suzy mendecak lalu tersenyum. “Kau ini memang sangat pandai mengancam, Ok Taecyeon. Jangan macam-macam denganku, setelah ini aku akan menjebloskanmu ke penjara. Jika mereka sampai menemukanku, aku akan menjebloskanmu ke penjara!”

“Cih, memangnya mereka akan menemukanmu? Setelah ini, kita akan pergi dari sini, Bodoh! Aku tidak akan segan-segan membiarkan mereka menemukanmu.” Taecyeon beralih pada beberapa lelaki bertubuh besar. “Bawa dia ke mobil dan kita pergi dari sini. Pindah ke lokasi kedua. Cepat! Aku mau kita pindah dalam waktu 30 menit!”

“Baiklah, Tuan.”

Setelah itu para lelaki itu mendekati Suzy dan melepaskan gadis itu dari tali-tali yang mengikatnya dengan kursi. Gadis itu berusaha memberontak ketika para lelaki itu menggiringnya menuju mobil. Sedangkan Taecyeon sudah bersiap duduk di jok depan bersama sang supir mobil.

Begitu mereka memasuki mobil, Taecyeon segera memerintahkan sang sopir untuk bergerak meninggalkan tempat tersebut. Dia tidak tahu bahwa GPS nya tersambung dengan laptop milik ayahnya.

“Kita mau kemana?!” teriak Suzy kesal.

Taecyeon menolehkan wajahnya ke belakang dan tersenyum miris. “Kau kasihan sekali, kau anaknya Bae Seungjoon tapi ketika diculik seperti ini hanya pacarmu yang mempedulikanmu. Sayang sekali sosok ayahmu tidak mencari dirimu.”

Suzy menyemprot Taecyeon dengan air liurnya sehingga Taecyeon hampir saja menampar gadis itu. Gadis itu tertawa pelan. “Kau pikir aku tidak bisa apa-apa? Lihat saja nanti, kalau sampai ayahku menemukan bahwa kau yang menculikku, aku yakin ayahku tidak akan diam saja! Kau laki-laki pengecut.”

“Tutup mulutnya,” titah Taecyeon pada lelaki bertubuh besar yang mengamankan Suzy. Para lelaki itu menganggukkan kepalanya lalu mulai mengikatkan sebuah kain putih pada mulut Suzy agar gadis itu tidak lagi mengoceh.

Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah vila yang sudah berada di luar distrik Gangnam. Yang pasti Suzy tidak tahu dimana letak itu karena selain dibekap, kedua matanya juga ditutup menggunakan kain tidak jelas yang sepertinya digunakan para lelaki bertubuh besar untuk mengelap ingus mereka.

Menjijikan, komentar Suzy dalam hatinya.

Namun, dia harus bersabar apabila ia ingin cepat melepaskan dirinya dari pegangan para lelaki itu. Setidaknya, ponselnya masih berada aman di dalam kantung roknya. Mungkin, Taecyeon mengira bahwa Suzy tidak sempat membawa ponselnya karena saat Taecyeon menculik Suzy, Taecyeon melempar ponsel Suzy.

Sedangkan, Suzy langsung memungut ponselnya ketika Taecyeon sedang mencoba menariknya. Dalam sekejap, ponsel Suzy yang dalam keadaan diam berada aman di dalam ponselnya. Rasanya ia ingin sekali merogoh ponselnya dan menghubungi Jun—tidak, maksudnya, dia ingin menghubungi ayahnya.

“Nah, bawa dia ke kamar di lantai atas.”

“Baiklah!” jawab para lelaki itu setelah mereka melepaskan penutup mata yang terasa menjijikan di mata Suzy. Suzy menarik nafas dalam-dalam ketika lelaki itu menggeretnya ke lantai dua dan memasuki sebuah kamar yang tampak nyaman.

Para lelaki itu langsung mendorong Suzy ke atas tempat tidur, ketika tak lama kemudian sebuah panggilan telepon memenuhi ponsel salah satu lelaki bertubuh besar tersebut. Cepat-cepat ia mengangkatnya.

“Ya, Tuan!”

Kenapa dia lebih sopan? Tuan yang dimaksudnya Taecyeon bukan? Jika bukan, lalu siapa yang dimaksudnya? Aku harus mendengarkannya, batin Suzy sambil menahan nafasnya karena ia dilempar dalam keadaan tengkurap ke atas tempat tidur empuk tersebut.

“A-anu, saya sedang sakit.”

“Bodoh!” bisik salah satunya. “Seharusnya kau bilang saja kita sedang liburan.”

“Janganlah!” kata lelaki yang lain berambut cokelat tesebut. “Bisa-bisa ayahnya Tuan muda marah sama kita semua. Jangan sampai kita membocorkan rahasia ini. Kita dibayar dua kali lipat bukan oleh Tuan muda?”

Joyonghi, saekkiya! Diamlah, Bajingan!” bisik lelaki yang tengah menerima telepon itu. “Ah, ya, Tuan! Maafkan saya tidak memberitahu Anda terlebih dahulu—eh…”

“JANGAN BERBOHONG PADAKU, BODOH! CEPAT BERITAHU LOKASI KALIAN DAN ANAKKU ATAU AKU AKAN MEMECAT KALIAN SEMUA DARI PEKERJAAN KALIAN!” Terdengar sebuah suara dari telepon yang tampak tak asing di telinga Suzy. Suzy pun langsung membulatkan matanya dan menyadari bahwa itu adalah suara Ayah Taecyeon. “CEPAT LEPASKAN GADIS ITU! DAN AKU TIDAK MAU TAECYEON MASIH BERULAH. JIKA KALIAN MENOLAK PERINTAHKU, MAKA AKU AKAN MEMECAT KALIAN SEKARANG JUGA.”

“Baiklah, Tuan! Maafkan aku! Maafkan kami semua!”

Setelah itu keempat lelaki berutubuh besar itu langsung melepaskan tali yang mengikat pada tangan Suzy. Kemudian, mereka melirik Suzy dengan kesal. “Sial, kita seharusnya mendengarkan perintah Pak Kepala. Jika kita mendengarkannya, kita pasti tidak akan terancam seperti ini.”

“Siapa juga yang mau mengikuti perintah Tuan muda! Aku hanya ingin mendapatkan gaji tambahan,” ucap lelaki berambut cokelat. Lelaki berkacamata hitam menganggukkan kepalanya pelan. “Aku juga begitu.”

“Bodoh! Sudah, sekarang kita harus menangkap Tuan muda. Jika tidak, kita bisa benar-benar terancam dari pekerjaan kita.”

“Bagaimana?”

“Selesai,” jawab Ok Taeho tenang sambil mengunci ponselnya. “Sekarang kita tinggal ke sana dan menyusul mereka. Aku sudah memerintahkan mereka untuk menangkap Taecyeon. Aku tidak mau anak itu masuk penjara. Aku yakin Bae Seungjoon pasti kesal mendengar berita ini. Menyebalkan sekali Taecyeon itu. Selalu saja membuat keributan.”

“Te-terimakasih, Pak Kepala,” ucap Wooyoung dan Jieun bersamaan.

“Sekarang kita harus menemui Junho. Dia pasti sudah menunggu kita sejak lama. Telepon dia, Jang Wooyoung.”

“Baiklah.”

Wooyoung mengambil ponselnya dari dalam tasnya. Lalu, ia segera mengetik nama Junho pada kontak yang berada di ponselnya. Ia mendengar suara lelaki itu dalam waktu tidak kurang dari dua detik. “Junho, kau dimana?”

Junho terdiam sebentar. “Aku ada di dekat gedung SM Entertainment. Kau dimana? Cepat jemput aku.”

“Ah, kebetulan. Kami berada di dekat sana. Kau tunggu sebentar.”

Setelah itu sambungan telepon pun terputus dan mobil melaju menuju daerah Gangnam dimana gedung SM Entertainment berada di sana. Junho segera memasuki mobil milik Ok Taeho dan mengucapkan salam pada lelaki paruh baya itu.

“Jadi apa rencana kita?” tanyanya sambil menggunakan sabuk pengamannya.

Taeho tersenyum tipis. “Kau terlalu banyak menonton film action. Kita tidak membutuhkan rencana karena para bodyguardku pasti sudah menangkap Taecyeon. Biar aku telepon dahulu, aku harap Suzy tidak apa-apa. Aku bisa kena marah Bae Seungjoon.”

Junho hanya menanggapi Taeho dengan wajah bingung. “Apa maksudmu?”

“Ah, aku lupa menceritakannya padamu. Jadi, sebenarnya Pak Kepala sudah meminta bodyguardnya untuk menangkap Taecyeon kalau mereka tidak mau kehilangan pekerjaan mereka. Jadi, semuanya beres. Kita tinggal kesana mengangkut Suzy,” jelas Jieun sambil tersenyum lebar.

Junho mendengus kesal. “Kalau begitu tadi kita tidak perlu terlalu heboh. Ya sudah, aku bisa tidur sekarang. Gadis itu selalu merepotkanku.”

Wooyoung mendecak pelan. “Cih, kau menyalahkan gadis itu? Padahal, kau sendiri lah yang membuat dirimu kerepotan karena membantu gadis itu. Dasar, lelaki.”

Junho menoleh pada Wooyoung. “Apa? Aku tidak seperti itu. Dengar, ya, kalau dia tidak berteman dengan Taecyeon sejak awal…,” desis Junho sambil menatap ke arah Ok Taeho yang tampaknya sibuk menelpon dan tidak mendengarkan perkataan Junho. “… Dia pasti akan baik-baik saja.”

Wooyoung tertawa pelan. “Aku tidak mengerti denganmu, Lee Junho. Kau sebaiknya tidur untuk menyimpan tenagamu itu bertemu dengan Bae Suzy.”

“Sial.”

“Baiklah, Pak Kepala.”

“Janji, Bae Suzy?”

Suzy menarik nafasnya dalam-dalam kemudian mengangguk. “Aku berjanji aku tidak akan menuntut Taecyeon atau Pak Kepala atas kejadian ini. Aku… Aku anggap ini adalah hanya kejadian yang dilakukan seorang anak kecil amatir. Untuk kali ini aku memaafkan Ok Taecyeon. Tapi, kumohon, beritahu dia bahwa aku tidak suka diganggu.”

Ok Taeho tersenyum tipis. “Baiklah, aku akan memberitahunya. Setelah ini, aku juga akan memindahkannya ke sekolah lain. Aku pikir dia bisa seenaknya saja jika masih sekolah di SMA Seungri. Aku tahu bahwa dia sebenarnya anak yang baik. Kumohon, anggaplah kejadian ini bukanlah kejadian serius.”

Suzy mengangguk pelan. “Tenang saja, Pak Kepala. Aku juga tidak akan memberitahu ayahku soal ini. Aku tentu saja minta maaf karena aku telah bersikap seperti ini padamu dan Taecyeon. Jujur, aku menolak cinta anakmu, Pak Kepala.”

“Aku tahu.”

“Uh?” Suzy menaikkan alisnya. “Maksud Pak Kepala?”

“Aku tahu bahwa kau menyukai Lee Junho daripada anakku. Padahal, aku sudah melarang Taecyeon untuk bertindak yang macam-macam sampai aku memberikan keputusanku padanya. Sudahlah, yang sudah berlalu biarkan berlalu saja.”

Suzy mengangguk pelan. “Kalau begitu, terima kasih, Pak Kepala. Terima kasih sudah mau membantuku untuk melepaskan diri dari aksi penculikan amatirnya.”

Ok Taeho tertawa. “Tentu saja. Kau pulang lah. Aku yakin kau pasti lelah hari ini.”

Suzy melirik beberapa lelaki yang tengah berdiri tegak sambil menunduk. “Tidak terlalu karena rupanya para bodyguardmu lumayan baik juga. Aku meminta mereka untuk membelikanku makanan dan minuman segar di sekitar sini. Mereka langsung bergerak seperti orang ketakutan dan membawakanku makanan dalam waktu 5 menit.”

“Cih, mereka harus diberi pelajaran. Terutama, Taecyeon,” Ok Taeho mendecak pelan. Kemudian ia menepuk kepala Suzy. “Baiklah, aku pulang dulu.”

Setelah semuanya telah pulang, tinggal Junho dan Suzy. Sedangkan Wooyoung dan Jieun cepat-cepat pulang menggunakan mobil Wooyoung. Tentu saja, Wooyoung meminta supirnya untuk mengantarkan mereka pulang.

“Kau mau pulang tidak?” tawar Junho.

“Tentu saja. Aku mau menelpon Tiffany unnie dulu—”

“Tidak usah, kau pulang saja denganku. Supirku sudah ada di jalan menuju kesini. Kalau aku pulang duluan, kau tinggal sendirian disini menunggu Tiffany noona. Sebaiknya kau pulang denganku. Rumah kita searah, bukan?”

Suzy memutar bola matanya. “Baiklah, tawaran yang bagus.”

Junho melirik ke arah vila tersebut dan menemukan sebuah bangku. “Ayo, duduk dulu. Kau tidak mau berdiri terus sambil menunggu, bukan?”

Suzy mengangguk pelan lalu mengikuti lelaki itu dan duduk di samping Junho. Ia menarik nafas dalam-dalam, mengatur nafasnya, kemudian menatap ke arah pemandangan yang terdapat di hadapannya.

Bisik-bisik angin saling bersahutan dan membelai rambut Suzy pelan. Suara burung-burung pantai pun ikut meramaikan keheningan yang memisahkan Junho dan Suzy. Keduanya saling bungkam, hanya menatap lurus ke arah pantai tanpa mengucapkan sepotong kata pun.

Ketika sebuah mobil datang, mereka berdua langsung berdiri. Lalu, Junho memasuki mobil tersebut dan duduk di belakang. Ragu-ragu, akhirnya Suzy pun ikut memasuki mobil Junho dan duduk di samping laki-laki itu. Mesin mobil menderu meninggalkan halaman vila tersebut.

Keduanya kembali membungkam dalam diam, sampai akhirnya sopir Junho pun berdeham pelan dan melirik kaca spion tengah mobil tersebut. “Tuan muda mau makan dulu atau langsung pulang?”

Junho terdiam sejenak kemudian ia melirik Suzy sekilas. “Kau lapar?”

Suzy menoleh pada Junho dan mengerutkan keningnya bingung. “Kau bertanya padaku?” Ia menunggu reaksi Junho yang tampak kesal dan Suzy pun tersenyum malu. “Ah, ya, hanya ada aku di mobil ini. U-uh, terserah kau. Aku bisa makan di rumah.”

Junho mengalihkan pandangannya pada sopirnya. “Kalau begitu, kita makan dulu. Makan di restoran biasa ya, Pak.”

“Baiklah, Tuan muda.”

“Kau dari mana saja? Aku mencarimu di sekolah, tetapi kau tidak ada,” suara Tiffany tampak bergetar begitu melihat Suzy memasuki rumahnya sambil melepas sepatu sekolahnya.

Suzy mengangkat wajahnya, kemudian ia berjalan menuju ruang tengah setelah meletakkan sepatunya dengan rapi di atas rak sepatu. “Aku baru saja pulang berpetualang hari ini. Tolong jangan katakan pada Appa bahwa hari ini aku diculik Taecyeon.”

Tiffany membulatkan matanya dan mulutnya ternganga lebar. “Apa?! Kau—”

“Jangan keras-keras, unnie!”

“Tidak ada ayahmu disini,” ujar Tiffany tenang. Ia cepat-cepat duduk di samping Suzy dan mendekatinya. “Kau? Kau diculik Taecyeon? Bagaimana bisa? Lalu, siapa yang menyelamatkanmu? Untuk apa Taecyeon menculikmu? Oh, aku bisa gila!”

“Dengar, unnie, aku baik-baik saja. Itu hanyalah penculikan amatir yang dilakukan seorang murid SMA. Dia menculikku karena dia suka padaku. Junho yang menyelamatkanku dan beberapa bantuan Jieun juga Wooyoung. Ayah Taecyeon juga membantuku untuk menemukanku,” jelas Suzy.

Tiffany mengacak-ngacak rambutnya pusing. “Aku tidak mengerti! Ya, intinya, kau selamat. Dengar, kalau sampai ayahmu mengetahui hal ini, bisa-bisa aku kena marah dan Taecyeon juga tidak akan selamat. Lagi pula, kenapa, sih, lelaki itu sampai menculikmu? Memangnya dia bisa dapat apa dengan menculikmu?”

Suzy tertawa mengejek. “Oh, astaga. Kau tidak lihat betapa cantiknya aku? Aku bisa saja dijual oleh Taecyeon dan Taecyeon mendapatkan uang!”

“Terserah kau. Lebih baik kau pulang dan kau sudah makan belum?”

“Sudah.”

Tiffany mengerutkan keningnya. “Katanya kau diculik? Bagaimana bisa kau makan kalau kau diculik? Seorang penculik tidak mungkin memberikan makan pada tawanannya.”

Suzy terdiam sejenak. “Aku ditraktir Junho. Kami pulang jam 1 siang. Junho mengajakku makan dan jalan-jalan sebentar.”

Tiffany tertawa pelan, lalu mendengus kesal. “Oh, astaga. Aku mengerti sekarang kenapa wajahmu begitu tenang sementara aku daritadi panik memikirkan keberadaanmu! Kau justru pergi kencan dengan lelaki itu. Dasar! Lihat saja, aku akan melaporkan hal ini pada ayahmu!”

Cepat-cepat, Suzy menarik lengan Tiffany dan menatap wanita itu dengan penuh harap. Ia pun bergelayut pada lengan Tiffany. “Kumohon, unnie. Kau tidak mau juga kena marah oleh Appa, bukan? Karena kau tidak menjagaku dengan baik?”

Tiffany terdiam. “Arasseo! Aku tidak akan melapor. Sudah mandi sana!”

Suzy tersenyum lebar. “Uyeay! Kau yang terbaik, unnie!”

Tiffany membalikkan badannya sebelum ia pergi menuju ruangannya dan menghadap pada Suzy. “Besok kau libur sekolah, bukan? Aku mau mengajakmu membeli pakaian baru untuk liburan semester nanti. Kau bisa?”

Suzy terdiam sejenak. Mendadak pikirannya kembali melayang pada tadi sore ketika Junho menemaninya bermain di arena rekreasi di dalam mal. . .

“Kau mau main apa?”

“Boneka! Aku mau mengambil boneka,” jawab Suzy semangat sambil menunjuk mesin pengambil boneka.

“Baiklah, baiklah, kita ke sana. Kau ini, tidak bisakah bertingkah seperti anak kecil?” tanya Junho sambil menepuk kepala Suzy lalu tertawa. Suzy menatapnya sekilas lalu tersenyum tipis.

Keduanya menghampiri mesin pengambil boneka tersebut, lalu Junho mulai memasukkan koin-koin yang dibelinya tadi. Mesin tersebut mulai bergerak dan Junho pun mengarahkan pengaitnya pada boneka yang diinginkan oleh Suzy—boneka panda kecil. Sayangnya, setelah pengait tersebut berhasil menangkap boneka tersebut, boneka itu terjatuh kembali dan gagal.

Suzy pun kembali meminta Junho untuk mengambil lagi. Dengan sabar, Junho pun melakukannya kembali dan mereka berhasil mendapatkannya. Namun, Junho mengambil boneka tersebut dan Suzy menatapnya bingung.

Ya! Kau tidak mau memberikan boneka itu padaku?”

“Aku akan memberikannya padamu tapi dengan satu syarat.”

Suzy terdiam lalu mendengus kesal. “Kau ini selalu saja ada syarat-syarat dan syarat! Lagipula tiket yang waktu itu belum habis, bukan? Masih ada…” Suzy mengecek tasnya lalu membuka bagian tasnya yang terdapat kantung kecil. Lalu, ia mengecek jumlah tiket yang tersisa. “Oh, masih ada tiga tiket lagi. Mau kau gunakan?”

Junho tersenyum tipis. “Kalau begitu, aku ambil ketiganya untuk besok. Tiket pertama, kau harus datang jam 9 pagi di depan Taman Bermain Lotte World. Tiket kedua, kau harus mengikutiku untuk menaiki semua permainan. Tiket ketiga, kau mau melakukan apapun yang aku minta. Oke?”

Suzy terdiam kembali dan berpikir sejenak. “Baiklah, bukan sesautu yang sulit.”

“Jam 9, ya.”

Tiffany mengayun-ayunkan tangannya di hadapan Suzy kemudian ia mengerutkan keningnya bingung. Ia pun mendorong kening Suzy hingga Suzy pun akhirnya tersadar bahwa dia sudah terlalu lama berpikir.

Ne?

“Jadi kau mau atau tidak menemaniku?”

Suzy menghela nafas panjang. “Maaf, aku sudah ada janji dengan Junho besok. Jadi, lebih baik kau mengantarku ke Taman Bermain Lotte World.”

Tiffany berdecak pelan. “Aish, dasar. Ya sudah.”

Tepat pada pukul jam 9, Suzy benar-benar telah tiba di Taman Bermain Lotte World. Tiffany mengendarai mobil tersebut dengan kecepatan penuh dan tentu saja dengan aman. Suzy hampir saja kena serangan jantung jika Tiffany tidak menghindari sebuah truk pengangkut balok kayu yang mengerem mendadak.

“Jadi, mau dijemput kapan?”

“Uh, sepertinya aku bisa pulang dengan Junho. Kau tidak perlu memikirkanku. Kau tahu kan Junho seperti apa? Dia orang yang bisa kau percaya, bukan?”

Tiffany memutar bola matanya. “Baiklah. Aku percaya padanya. Terserah kalian pulang jam berapa asalkan jangan pulang besok! Jangan pulang besok dengan keadaan kau yang mendadak mual-mual.”

Suzy membulatkan matanya. “Unnie! Junho tidak seperti itu dan kami tidak punya hubungan apapun. Sudahlah, aku mau masuk dulu! Kau sama sekali tidak membantuku.”

Tiffany tertawa pelan. “Arasseo. Arasseo. Aku percaya pada kalian berdua. Bersenang-senangah!”

Setelah itu, mobil Tiffany melaju pergi meninggalkan Suzy sendirian. Suzy memasuki taman bermain yang luas itu. Ia langsung menemukan sosok Junho yang baru saja membeli tiket. Suzy segera menghampiri Junho dan laki-laki itu langsung memberikan tiket padanya.

“Ingat perjanjian kemarin? Mana tiketnya?”

“Iya,” Suzy mengangguk lalu mengeluarkan tiga tiket yang tersisa untuk perjanjian mereka, kemudian menyerahkannya pada Junho. Junho pun merobek ketiganya. “Dirobek? Padahal aku belum memenuhi janjimu.”

“Artinya, mau tidak mau kau harus mengikuti ketiganya karena ketiganya telah dirobek. Mengerti?” Junho menaikkan alisnya menuntut jawaban Suzy. Suzy pun mengangguk pelan sampai-sampai Junho tidak yakin gadis itu mau atau tidak. “Baiklah.”

Keduanya memasuki arena permainan tersebut. Sesuai dengan janjinya, Suzy pun mengikuti semua kemauan Junho. Bahkan, ia harus menahan nafasnya karena menaiki roller coaster yang berkecepatan paling tinggi di Korea. Mau tidak mau. Dia harus mengikuti semua yang diminta oleh Junho, bahkan ketika Juho memintanya untuk menggandeng tangannya ketika mereka memasuki wahana yang santai.

Semuanya berlalu dalam sekejap. Tanpa Suzy sadari, ia sangat lelah hari ini. Dia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 4 sore. Mereka pun menuju restoran yang terdapat di dalam area taman bermain tersebut. Ketika keduanya selesai, Junho mengeluarkan boneka panda yang dituntut oleh Suzy sejak kemarin.

“Ah, bonekaku!”

Junho menaikkan boneka tersebut tinggi-tinggi sehingga Suzy tidak dapat meraihnya. Suzy pun kembali terduduk dan mengerucutkan bibirnya kesal. “Kau mau boneka ini, bukan? Tapi kau harus menjawab pertanyaanku dahulu.”

Suzy mengerutkan keningnya. “Baiklah. Pertanyaan apapun itu.”

“Tapi kau harus menjawabnya dengan jujur.”

“Iya.”

“Janji?”

“Janji. Cepatlah!”

Do you wanna be my Cinderella?”

To be Continued

June 19, 2015 — 02:00 P.M.

One thought on “[Final: Chapter 10] Another Cinderella Story

  1. Pingback: [Epilogue] Another Cinderella Story | Junnie! ART

Leave a comment